Tifus atau demam tifoid masih menjadi perhatian kesehatan di Indonesia. Realitas ini membuat prihatin tiga dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang (FIKES UMM). Yakni Dr. Apt. Hidajah Rachmawati, Sp, FRS Apt, Raditya Weka, M. Farm, dan Apt Firasti A.N.Sumadi, M. Biotech.
Keprihatinan tersebut dituangkan Firasti A.N.Sumadi bersama dua rekannya dalam karya book chapter Internasional berjudul In-Silico Approach in the Development of Salmonella Epitope Vaccine. Book chapter ini telah diterbitkan oleh IntechOpen pada Februari lalu.
Pada buku ini, Firasti membahas tentang vaksin oral untuk mengobati penyakit tifus. Bahwa dalam pembuatan vaksin ada beberapa metode yang dapat dipilih salah satunya pengembangan vaksin menggunakan vaksin peptida berbasis protein.
Menurut Firasti, mereka memilih vaksin peptida berbasis protein karena dianggap lebih aman. Vaksin tersebut juga tidak menggunakan organisme utuh, sehingga kemungkinan sifatnya akan menimbulkan respon imun lebih baik atau imunogenik. Alasan lain metode ini karena peptida yang digunakan adalah epitop sel B.
“Epitop sel B adalah suatu bagian mikro organisme yang menempel pada antibodi di tubuh. Mikro organisme tersebut bisa menimbulkan antibodi spesifik terhadap penyakit tersebut,” ujarnya.
Firasti menerangkan keunggulan lain dari metode ini adalah pendekatan untuk menemukan epitop dari bakteri salmonella typhi. Hal itu mereka lakukan berdasarkan in silico atau permodelan komputer. Harapannya hal ini akan menjadi terobosan di masa pandemi.
“Pada masa pandemi penelitian menggunakan lab basah terkendala banyak hal, seperti reagen yang sulit dan tatap muka yang terbatas. Dengan in silico permodelan lab, kami menggunakan lab kering melalui web dan software untuk mencari kandidat vaksin. Hal ini akan memudahkan proses penelitian,” ucap Firasti.
Sementara itu, Hidajah mengatakan bahwa tingkat efikasi vaksin tifus di Indonesia masih rendah. Oleh karenanya mereka bertiga berinisiatif mengembangkan vaksin tifus yang memiliki tingkat efikasi yang tinggi. Namun penelitian ini masih bersifat pre-klinis. Diharapkan ke depannya vaksin ini bisa di uji-klinis ke manusia dan menjadi terobosan yang bagus.